Makalah PKN

Standar

KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG – UNDANGAN INDONESIA

Disusun Oleh:

BADRIYAH MUNIDA

LOVIEANTA ARRIZA

SITI NURKHOLIZA

UTAMI IDA LESTARI HARAHAP

                                                          logo-uinsu-copy

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya  sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan dengan judul “Konstitusi dan Tata Perundang-undangan Indonesia”

            Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila dan Pendidikan Kewarganaegaraan program studi Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara. Kami menulis makalah ini untuk membantu mahasiswa supaya lebih  memahami mata kuliah khususnya mengenai Konstitusi dan Tata perundang-undangan Indonesia.

            Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak termasuk teman-teman  yang telah berpartisipasi dalam mencari bahan-bahan untuk menyusun tugas ini sehingga memungkinkan terselesaikan makalah ini, meskipun banyak terdapat kekurangan.

            Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan sumbangan pikiran dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati kami menerima kritik dan saran dari semua pihak.

Medan, 14 September 2016

           Penulis

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang………………………………………………………………………….. 1
  2. Tujuan………………………………………………………………………………………. 1
  3. Rumusan Masalah……………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN

  1. Pengertian Konstitusi…………………………………………………………………. 2
  2. Tujuan dan Fungsi Konstitusi……………………………………………………… 3
  3. Sejarah Perkembangan Konstitusi………………………………………………… 4
  4. Sejarah Lahir dan Perkembangan Konstitusi di Indonesia………………. 4
  5. Perubahan Konstitusi di Indonesia………………………………………………. 7
  6. Konstitusi Sebagai Peranti Kehidupan Kenegaraan Demokratis………. 9
  7. Lembaga Kenegaraan Setelah Amandemen UUD 1945………………….. 10
  8. Tata Urutan Perundang-Undangan Indonesia……………………………….. 16

BAB III PENUTUP

Kesimpulan……………………………………………………………………………….   18

 DAFTAR PUSTAKA

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 1.  Latar Belakang

Konstitusi merupakan seperangkat aturan kehidupan bernegara yang mengatur hak dan kewajiban warga negara dan negara. Konstitusi negara biasa disebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD). Keberadaan konstitusi negara sangatlah penting dalam pembangunan negara dan warga negara yang demokratis. Dengan kata lain, konstitusi demokratis lahir dari negara demokratis. Namun demikian tak ada jaminan konstitusi yang demokratis akan melahirkan sebuah negara yang demokratis. Hal itu disebabkan oleh penyelewengan atas konstitusi oleh penyelenggara negara.

Konstitusi berkedudukan sebagai hukum dasar dan sekaligus hukum tertinggi dalam suatu negara. Konstitusi menjadi dasar dan sumber bagi peraturan perundangan lain yang ada dalam suatu negara. Konstitusi berkedudukan paling tinggi dalam tata urutan peraturan perundangan satu negara.

2. Tujuan

  • Memahami konsep dasar konstitusi.
  • Memahami pentingnya konstitusi dalam kehidupan bernegara.
  • Memahami pentingnya konstitusi dalam sebuah negara.
  • Memahami sejarah dan perkembangan konstitusi.
  • Menjelaskan tentang pola kerja lembaga kenegaraan pasca amandemen UUD 1945.
  • Mengkritisi tata urutan perundangan Indonesia dalam konteks konstitusi nasional.

 3. Rumusan Masalah

  • Apa pengertian,tujuan dan fungsi konstitusi bagi sebuah negara ?
  • Bagaimana sejarah lahir hingga berkembangnya konstitusi di Indonesia ?
  • Apa saja lembaga kenegaraan setelah amandemen UUD 1945 ?
  • Bagaimana urutan perundang-undangan Indonesia ?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 1. Pengertian Konstitusi

Terdapat dua istilah terkait dengan norma atau ketentuan dasar dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Kedua istilah ini adalah konstitusi dan Undang-Undang Dasar. Konstitusi berasal dari bahasa Perancis, constituer, yang berarti membentuk. Maksud dari istilah ini ialah pembentukan, penyusunan, atau pernyataan akan suatu Negara. Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dua kata, yakni cume, berarti “bersama dengan…,” dan statuere, berarti “membuat sesuatu agar berdiri” atau “mendirikan, menetapkan sesuatu”. Adapun Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan dari istilah Belanda, grondwet. Kata grond berarti tanah atau dasar, dan wet berarti undang-undang. Di Jerman istilah konstitusi dikenal dengan istilah Grundgesetz, yang juga berarti undang-undang dasar (grund=dasar dan gesetz=undang-undang).

Istilah konstitusi (constitution) dalam bahasa Inggris, memiliki makna yang lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar, yakni konstitusi adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Konstitusi menurut Miriam Budiardjo adalah suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa.

Dari pengertian diatas, konstitusi dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan kekuasaan kepada penguasa.
  2. Dokumen tentang pembagian tugas dan wewenangnya dari system politik yang diterapkan.
  3. Deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi manusia.

 

2. Tujuan dan Fungsi Konstitusi

Secara garis besar tujuan konstitusi adalah Membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, Menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan Menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.

Menurut Bagir Manan, hakikat dari konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak lain. Sedangkan menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat steenbeck, menyatakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi, yaitu:

  • Jaminan hak-hak asasi manusia.
  • Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar.
  • Pembagian dan pembatasan kekuasaan

Dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi:

  • Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.
  • Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia
  • Peradilan yang bebas dan mandiri
  • Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.

Sedangkan fungsi Konstitusi atau UUD terbagi atas 2, yaitu :

  • Menentukan dan membatasi kekuasaan penguasa Negara.
  • Penjaminan hak hak asasi manusia.

Melalui pembagian kekuasaan negara, konstitusi menentukan dan membatasi kekuasaan penguasa, sedangkan melalui aturan tentang hak asasi, konstitusi memberi perintah agar penguasa negara melindungi hak-hak asasi manusia warga negara atau penduduknya.

 

3. Sejarah Perkembangan Konstitusi

Konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal sejak zaman Yunani yang memiliki beberapa kumpulan hukum. Sejalan dengan perjalanan waktu, pada masa kekaisaran Roma pengertian konstitusi (constitutionnes) mengalami perubahan makna; ia merupakan suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar, pernyataan dan pendapat ahli hukum, negarawan, serta adat kebiasaan setempat selain undang-undang. Konstitusi Roma memiliki pengaruh cukup besar sampai abad pertengahan yang memberikan inspirasi bagi tumbuhnya paham Demokrasi Perwakilan dan Nasionalisme. Dua paham inilah yang merupakan cikal bakal munculnya paham konstitusionalisme modern.

Selanjutnya pada Abad VII (zaman klasik) lahirlah Piagam madinah atau Konstitusi Madinah. Piagam Madinah yang dibentuk pada awal masa klasik islam (622 M) merupakan aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh bermacam kelompok dan golongan: Yahudi, Kristen, Islam, dan lainnya. Konstitusi Madinah merupakan satu bentuk konstitusi di dunia yang telah memuat materi sebagaimana layaknya konstitusi modern dan telah mendahului konstitusi-konstitusi lainnya di dalam meletakkan dasar pengakuan terhadap hak asasi manusia.

4. Sejarah Lahir dan Perkembangan Konstitusi di Indonesia

Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juli 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang beranggotakan 62 orang, diketuai oleh Mr. Radjiman Wedyodiningrat.

Tugas pokok badan ini sebenarnya menyusun rancangan UUD. Namun dalam praktik persidangannya berjalan berkepanjangan, khususnya pada saat membahas masalah dasar Negara. Di akhir sidang 1 BPUPKI berhasil membentuk panitia kecil yang di sebut dengan panitia Sembilan. Panitia ini pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui sebuah naskah Mukaddimah UUD. Hasil panitia Sembilan ini kemudian diterima dalam sidang II BPUPKI pada tanggal 11 Juli 1945.

Setelah itu Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 Juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan Undang-Undang Dasar dan membentuk panitia untuk mempersiapkan kemerdekaan yaitu Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Keanggotaan PPKI berjumlah 21 orang dengan ketua Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai wakilnya. Para anggota PPKI antara lain Mr. Radjiman Wedyodinigrat, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soejohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs Yap Tjwan Bing, Dr. Moh Amir (sumatera), Mr. Abdul Abbas (sumatera), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan MR. Moh. Hassan (sumatera).

Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan, baik nama maupun substansi materi yang dikandungnya. Perjalanan sejarah konstitusi Indonesia yaitu:

  1. UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)

Saat Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia yang baru ini belum mempunyai UUD. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan UUD disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah mengalami beberapa proses.

  1. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)

Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.

  1. Undang Undang Dasar Sementara (UUDS) Republik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.

  1. UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959 – sekarang)

Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

5. Perubahan Konstitusi di Indonesia

Dalam sistem ketatanegaraan modern, terdapat dua model perubahan konstitusi yaitu:

a. Renewel (pembaruan)

adalah sistem perubahan konstitusi dengan model perubahan konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru.

b.  Amandemen (perubahan)

adalah perubahan konstitusi yang apabila suatu konstitusi dirubah, konstitusi yang asli tetap berlaku.

Menurut Budiarjo, ada empat prosedur dalam perubahan konstitusi baik dalam model renewal dan amandemen, yaitu :

  • Siding badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat. Misalnya dapat ditetapkan kourum untuk siding yang mebicarakan usul perubahan UUD dan jumlah minimum anggota badan legislative atau menerimanya.
  • Referendum, pengambilan keputusan dengan cara menerima atau menolak usulan perubahan undang-undang.
  • Negara-negara bagian dalam Negara federal.
  • Perubahan yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.

Dalam perubahan keempat UUD 1945 diatur tentang cara perubahan undang-undang. Bersandar pada pasal 37 UUD 1945 menyatakan bahwa :

  • Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam siding Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  • Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
  • Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  • Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Dalam sejarah konstitusi Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan atas UUD 1945. Sejak proklamasi 1945, telah terjadi perubahan-perubahan atas UUD 1945, yaitu :

  1. Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
  2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)
  3. Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
  4. Undang-Undang Dasar 1945 (5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999)
  5. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000)
  6. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan Perubahan II (18 Agustus 2000 – 9 November 2001)
  7. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I,II,dan III (9 November 2001 – 10 Agustus 2002)
  8. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I,II,III, dan IV (10 Agustus 2002)

 

  1. Konstitusi Sebagai Peranti Kehidupan Kenegaraan Yang Demokratis

Sebagai sebuah aturan dasar yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara negara dan warga negara, agar satu sama lain merasa bertanggung jawab serta tidak terjadi penindasan yang kuat terhadap yang lemah.

Jika konstitusi dipahami sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka konstitusi memiliki kaitan yang cukup erat dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam sebuah negara. Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga negara. Dengan kata lain, negara yang memilih demokrasi sebagai sistem ketatanegaraannya, maka konstitusi merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di negara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula. Kekuasaan yang demokratis dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi  perlu dikawal oleh masyarakat  sebagai pemegang kedaulatan. Agar nilai-nilai demokrasi yang diperjuangkan tidak diselewengkan, maka partisipasi warga negara dalam menyuarakan aspirasi perlu ditetapkan di dalam konstitusi untuk berpartisipasi dalam proses-proses kehidupan bernegara.

Secara umum, konstitusi yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam kehidupan  bernegara, yaitu:

  1. Menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan
  2. Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas
  3. Adanya jaminan penghargaan terhadap hak-hak induvidu warga negara dan penduduk negara
  4. Pembatasan pemerintahan
  5. Adanya jaminan terhadap keutuhan negara nasional dan integritas wilayah
  6. Adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara
  7. Adanya jaminan berlakunya hukum dan keadilan
  8. Pembatasan dan pemisahan kekusaan negara

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tatanan kehidupan kenegaraan mencerminkan suasana yang demoratis apabila konstitusi  atau UUD negara tersebut memuat rumusan tentang pengelolaan kenegaraan secara demokratis dan pengakuan hak asasi manusia. Dengan kata lain, konstitusi merupakan peranti yang amat penting bagi sebuah negara demokrasi.

  1. Lembaga Kenegaraan Setelah Amandemen UUD 1945

Sistem ketatanegaraan Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat mendasar terutama sejak adanya amandemen  (perubahan) UUD 1945 yang dilakukan MPR pasca Orde Baru. Perubahan tersebut dilatarbelakangi adanya kehendak untuk membangun pemerintahan yang demokratis, setara, dan seimbang diantara cabang-cabang kekuasaan, mewujudkan suremsi hukum dan keadilan, serta menjamindan melindungi hak asasi manusia. Dalam kelembagaan negara, salah satu tujuan utama amandemen UUD 1945 adalah untuk menata keseimbangan antar lembaga negara. Pentingnya penataan hubungan antar lembaga agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan dan kewenangan pada salah satu institusi negara saja. Karena dengan pemusatan wewenang dan kekuasaan pada satu institusi, maka kehidupan ketatanegaraan yang demokratis sulit diwujudkan.

Sebelum perubahan UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah Lembaga Kepresidenan, MPR, DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen secara keseluruhan terhadap UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara yang disebut dengan lembaga tinggi negara menjadi delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY, dan BPK. Posisi masing-masing lembaga setara, yaitu sebagai lembaga tingggi negara yang memiliki kolerasi satu sama lain dalam menjalankan fungsi keseimbangan antar lembaga tinggi tersebut.

Reformasi ketatanegaraan di Indonesia terkait dengan lembaga kenegaraan sebagai hasil dari proses amandemen UUD 1945 dapat dilihat pada tugas pokok dan funsi lembaga tersebut yang dikelompokkan sebagai berikut :

  • Lembaga Legislatif

Struktur lembaga perwakilan rakyat secara umum terdiri dari dua model, yaitu: lembaga perwakilan rakyat satu kamar (unicameral) dan lembaga perwakilan rakyat dua kamar (bicameral).

Dalam ketatanegaraan Negara Indonesia, lembaga legislative dipresentasikan pada tiga lembaga, yakni DPR, DPD dan MPR. Dari ketiga lembaga tersebut MPR merupakan lembaga yang besifat Khas Indonesia. Prinsip permusyawaratan tercermin dalam lembaga MPR, sedangkan prinsip perwakilan tercermin dalam kelembagaan DPR. DPR memiliki fungsi, legislasi , anggaran, dan pengawasan

a. MPR

Fungsi dan tugas pokok MPR, antara lain:

  • Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
  • Menghilangkan kewenanagan menetapkan GBHN
  • Menghilangkan kewenangannya mengangkat presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu)
  • Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD
  • Susunan keanggotaannya berubah yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan DPD yang dipilih secara langsung melalui pemilu

b. DPR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga Negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan mmegang kekuasaan membentuk undang-undang.

Tugas dan wewenang DPR, antara lain:

  • Membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untk mendapat persetujuan bersama
  • Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang
  • Menerima dan membahas RUU yang diajukan DPD
  • Menetapkan APBN bersama presiden
  • Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemeritah.
  • Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan keuangan Negara yang disampaikan oleh BPK
  • Memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dll
  • Menyerap, menghimpun, menampungaspirai masyarakat
  • Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

Dalam menjalankan tugasnya, anggota DPR memilki hak-hak sebagai berikut:

  1. Hak interpelasi, yaitu hakmeminta keterangan kepada pemerntah mengenai kebijakan pemerintah
  2. Hak angket (hak melakukan penyelidikan terhaap kebijakan pemerintah
  3. Hak menyatakan pendapat
  4. Hak mengajukan RUU
  5. Hak mengajukan pertanyaan
  6. Hak membela diri
  7. Hak imunitas
  8. Hak protokoler

c. DPD

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan wakil-wakil daerah provinsi dan dipilih melalui pemilihan umum dan memiliki fungsi dan ciri-ciri sebagai berikut:

  • Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.
  • Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu.

 

  • Lembaga Eksekutif

Di negara-negara demokratis, lembaga eksekutif terdiri dari kepala negara. Kekuasaan eksekutif dimaknai sebagai kekuasaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kemauan Negara dan pelaksanaan UU. Maka, tugas utama lembaga eksekutif adalah menjalankan undang-undang. Kekuasaan eksekutif mencakup beberapa bidang :

  • Diplomatic, yakni menyelenggarakan hubungan diplomatic dengan negara-negara lain.
  • Administratif, yakni melaksanakan undang – undang serta peraturan-peraturan lain dan menyelenggarakan administrasi negara.
  • Militer, yakni mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta keamanan dan pertahanan negara.
  • Yudikatif, yakni memberi grasi, amnesti ,dans sebagainya.
  • Legislative, yakni membuat rancanan Undang Undang yang diajukan ke lembaga legislative, dan membuat peraturan-peraturan.

Wewenang, kewajban, dan hak presiden antara lain:

  1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
  2. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, laut, udara
  3. Mengajukan RUU kepada DPR
  4. Menetapkan peraturan pemerintah
  5. Mengangkat dan mmberhentikan menteri-menteri
  6. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
  7. Mengangkat duta dan konsul
  8. Memberi grasi, rehabilitasi, amnesty, da abolisi
  9. Memberi gelar dan tanda lainnya yang diatur dengan UU

 

  • Lembaga Yudikatif

Kekuasaan yudikatif berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang juga dipahami mempunyai dua pintu, yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga baru yang diperkenalkan oleh perubahan ketiga UUD 1945. Salah satu landasan yang melahirkan lembaga ini karena sudah tidak ada lagi lembaga tertinggi Negara. Maka itu bila terjadi persengketaan antar lembaga tinggi Negara, diperlukan sebuah lembaga khusus yang menangani sengketa tersebut yang disebut dengan Mahkamah Konstitusi.

a. Mahkamah Agung (MA)

Mahkamah Agung adalah lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang mnyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hUkum dan peradilan (pasal 24 ayat 1). Dibawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan militer dan lingkungan peradilan Tata Usaha Negara. Menurut UUD 1945, kewajiban dan  wewenang MA adalah:

  1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang undangan di bawah uu
  2. Mengajukan 3 orang anggota hakim konstitusi
  3. Memberikan pertimbagan dalam hal presiden member grasi dan rehabilitasi

 b. Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah konstitusi merupakan lembaga baru yang diperkenalkan oleh perubahan ketiga UUD 1945.  Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution). Salah satu landasan yang melahirkan lembaga ini karena sudah tidak ada lagi lembaga tertinggi negara. Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

Menurut UUD 1945, kewajiban dan kewenangan MK adalah:

  • Mempunyai kewenangan Menguji UU terhadap UUD
  • Memutus sengketa kewenangan antar lembaga Negara
  • Memutus pembubaran partai politik
  • Memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD\
  • Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden atau wakil presiden menurut UUD 1945.
  • Komisi Yudisial (KY)

Komisi Yudisial adalah lembaga Negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebes dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Terbentuknya Komisi Yudisial adalah agar warga masyarakat di luar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan , penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim.

Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Yudisial  melakukan pengawasan terhadap:

  • Hakim agung di Mahkamah Agung
  • Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
  • Hakim Mahkamah Konstitusi

c. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)   

BPK adalah lembaga negara Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK memiliki tugas dan wewenang yang sangat strategis karena menyangkut aspek yang berkaitan dengan sumber dan penggunaan anggaran serta keuangan negara, yaitu:

  • Memeriksa tanggung jawab keuangan negara dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada DPR,DPRD, DPD.
  • Memeriksa semua pelaksanaan APBN
  • Memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan Negara.

Dari tugas dan wewenang tersebut diatas, BPK memiliki 3 fungsi pokok, yakni:

  • Fungsi operatif, yaitu melakukan pemeriksaan atas penguasaan  dan pengurusan keuangan negara
  • Fungsi yudikatif, yaitu melakukan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri yang melanggar hukum
  • Fungsi rekomendatif, yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah tentang pengurusan keuangan negara.

 

  1. Tata Urutan Perundang – Undangan Indonesia

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (rechsstat), bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (matchsstat). Konsep hokum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Adanya perlindungan terhadap HAM.
  • Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk menjamin perlindungan HAM.
  • Pemerintahan berdasarkan peraturan.
  • Adanya peradilan Administrasi.

Diawal tahun 1966, melalui ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996 lampiran 2, disebutkan bahwa hierarki (tata urutan) peraturan perundang-undangan Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. UUD 1945.
  2. Ketetapan MPR.
  3. UU atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
  4. Peraturan Pemerintah
  5. Keputusan Presiden
  6. Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
  7. Peratuan Menteri
  8. Instruksi Menteri

Selanjutnya berdasarkan ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. UUD 1945.
  2. Tap MPR.
  3. Undang-undang.
  4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
  5. Peraturan Pemerintah.
  6. Keputusan Presiden.
  7. Peraturan Daerah.

Penyempurnaan terhadap tata urutan perundangan-undangan Indonesia terjadi kembali pada tanggal 24 Mei 2004 ketika DPR menyetujui RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam UU NO. 10 Tahun 2004 yang berlaku secara efektif bulan November 2004. Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU PPP ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 adalah sebagai berikut:

  1. UUD 1945.
  2. UU /Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
  3. Peraturan Pemerintah.
  4. Peraturan Presiden.
  5. Peraturan Daerah, yang meliputi: Peraturan Pemerintah Provinsi. Peraturan Pemerintah Kabupaten/Kota. Peraturan Desa.

Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam hierarki yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, tidak bisa dilaksanakan dan batal demi hukum.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

  • Konstitusi merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, pihak yang diperintah (rakyat) , dan hubungan di antara keduanya.
  • Tujuan konstitusi adalah Membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, Menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan Menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Adapun fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk sistem politik dan sistem hokum negaranya.
  • Konstitusi demokratis meliputi : (1) Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hokum; (2) Jaminan dan perlindungan hak – hak asasi manusia; (3) peradilan yang bebas mandiri; dan (4) Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas public) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.
  • Sebelum perubahan UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah Lembaga Kepresidenan, MPR, DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen secara keseluruhan terhadap UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara yang disebut dengan lembaga tinggi negara menjadi delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY, dan BPK. Posisi masing-masing lembaga setara, yaitu sebagai lembaga tingggi negara yang memiliki kolerasi satu sama lain dalam menjalankan fungsi keseimbangan antar lembaga tinggi tersebut
  • Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam hierarki yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, tidak bisa dilaksanakan dan batal demi hukum.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

Tinggalkan komentar